Setapak Jejak Sejarah yang Hilang di Pantai Tanjung Karang

31 Desember 2021, 06:12 WIB
Beberapa warga sedang menikmati suasana menjelang matahari terbenam di Pantai Tanjung Karang Kota Mataram. /KlikMataram/Bambang Parmadi/

KLIKMATARAM - Pantai Tanjung Karang memang tidak seterkenal Senggigi atau Kuta Mandalika. Namun pantai ini memiliki daya tarik tersendiri, yaitu sangat dekat dengan pusat Kota Mataram. Tepatnya adalah di Kelurahan Tanjung Karang, Kecamatan Sekarbela, sekitar 6 kilometer arah barat daya dari pusat Kota Mataram.

Pantai Tanjung Karang selalu ramai di sore hari, terlebih pada saat akhir pekan. Bagi warga Kota Mataram pantai ini menjadi salah satu spot terbaik untuk menikmati sunset.

Sementara bagi masyarakat Lombok di luar Kota Mataram, Tanjung Karang dikenal karena keberadaan makam keramat Loang Baloq yang selalu ramai dikunjungi untuk berziarah.

Pada area pantai yang bersebelahan dengan makam keramat tersebut terdapat sebuah taman yang juga dikenal sebagai Taman Loang Baloq.

Baca Juga: Stop Perjalanan ke Luar Negeri, Takutnya Anda Bawa Oleh-oleh Omicron

Satu hal yang tidak banyak masyarakat ketahui adalah bahwa sekitar 3 abad silam Tanjung Karang pernah menjadi pusat kekuasaan yang mengendalikan sebagian wilayah Pulau Lombok.

Bahkan kawasan yang sekarang dikenal sebagai Pantai Tanjung Karang tersebut menjadi sebuah pelabuhan yang berfungsi menjadi salah satu simpul penting perdagangan antardaerah dan antarnegara.

Pada tahun 1741 titik-titik kekuatan trah Karangasem yang ada di sisi barat Pulau Lombok berhasil mengonsolidasikan diri menjadi satu kekuatan yang terpusat di bawah kepemimpinan Gusti Wayan Tagah yang berada di Tanjung Karang.

Dalam catatan seorang netizen pemerhati sejarah Lombok, Gegen Redrebels pada akun Facebook Lombok Heritage & Science Society, disebutkan bahwa pada saat itu Tanjung Karang selain menjadi pusat kekuasaan juga menjadi simpul perekonomian yang cukup penting dengan pelabuhan yang dimilikinya.

Baca Juga: Inilah Manfaat Ubi Jalar Bagi Kesehatan yang Mesti Anda Ketahui, Salah Satunya Mencegah Diabetes

Pelabuhan Tanjung Karang banyak disinggahi kapal dagang berbendera Inggris, terutama kapal-kapal yang sedang mengangkut rempah dari Maluku.

Selain itu, Wayan Tagah juga membuka pintu untuk para pedagang  Nusantara, di antaranya para pedagang dari Bengkulu. Salah satu pedagang  Bengkulu yang tercatat kerap bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Karang  bernama Daeng Manupa.

Alhasil di bawah kepemimpinan Tagah, tahun 1760, Tanjung Karang tumbuh sebagai  pelabuhan ramai yang yang banyak disinggahi kapal asing.

Bukan sekadar pelabuhan, Tanjung Karang dan sekitarnya tumbuh menjadi kota dagang dengan kantor-kantor perwakilan dagang internasional.

Namun sinar gemilang TANJUNG KARANG perlahan memudar menyusul kematian Wayan Tagah tahun 1775. Perang saudara para pewaris membuat para pedagang enggan datang.

Baca Juga: Zodiak Scorpio Menanti Momen Penuh Cinta, Sagitarius Perlu Waktu Romantis, Libra Sibuk?

Alfons van der Kraan dalam buku “Lombok: Conquest, Colonization, and Underdevelopment, 1870-1940” menyebut saat itu kerajaan terpecah menjadi empat kekuatan utama.

Para pangeran berebut kuasa. Yakni Cakranegara (Karangasem Sasak), Mataram, Pagesangan, dan Pagutan. Dari empat kekuatan itu, Karangasem Sasak dan Mataram adalah dua kekuatan terbesar.

Karangasem Sasak memanfaatkan Tanjung Karang sebagai pelabuhan utamanya, sedangkan Mataram mulai mengembangkan Pelabuhan Ampenan. Awalnya persaingan dua pelabuhan ini sempat membuat perdagangan di pantai barat Lombok menggeliat.

Namun demikian, kondisi ini tak berlangsung lama. Intrik perebutan kuasa akhirnya pecah menjadi perang saudara terbuka tahun 1838-1839. Puri Mataram bersiap melawan saudara tuanya di Tanjung Karang.

Puri Mataram akhirnya memenangkan pertarungan, dan kemenangan Puri Mataram  membuat Pelabuhan Tanjung Karang mulai dilupakan.

Keluarga Puri Mataram sebagai penguasa baru lebih memilih Ampenan sebagai pelabuhan utamanya.

Baca Juga: Bocah 10 Tahun di Bima Terseret Arus Banjir Saat Mencuci Sepeda

Kejayaan Pelabuhan Ampenan berlangsung cukup lama, melewati beberapa kali pergantian kekuasaan yaitu masuknya Hindia Belanda pada tahun 1894, pemerintahan Jepang pada tahun 1942 dan zaman kemerdekaan tahun 1945 hingga dipindahkannya ke Pelabuhan Lembar pada tahun 1976.

Sementara Pelabuhan Tanjung Karang pun dilupakan. Tak ada satupun jejak yang bisa ditemukan sebagai penanda bahwa di sekitar muara Sungai Ancar dan Sungai Unus itu pernah berdiri satu pelabuhan yang menghubungkan Lombok dengan daerah-daerah lain, bahkan negara lain.***

Editor: Dani Prawira

Tags

Terkini

Terpopuler