Baca Juga: Rumah Warga Rusak Diterjang Angin Puting Beliung di Desa Bilelando
Senjata itu dia peroleh dari seorang warga sebuah dusun di Batulayar, desa tetangga Sesela yang masih dalam kecamatan yang sama dengan sejumlah “mahar” yang tidak mahal, tetapi disertai dengan rasa syukur dan terima kasih yang tidak terhingga dari orang tersebut.
Kepada Amin, orang itu mengaku betapa hidupnya menjadi tidak tenang dan hampir setiap hari sulit tidur semenjak senjata itu berada di rumahnya. Sehingga senjata yang belum lama dimiliki itu dengan senang hati diserahkan kepada Amin.
Dari orang itu juga Amin mendapatkan cerita, tiga orang yang sebelumnya “memegang” senjata itu mengalami sakit yang tidak wajar, bahkan dua orang di antaranya meninggal dengan mendadak. Tampaknya orang-orang itu telah memperlakukan benda pusaka ini tidak dengan semestinya.
“Biar berkarat seperti apa, ini nggak boleh diasah,” ujar Amin sambil menunjukkan Batek Lapah itu kepada Klik Mataram.
“Cukup dibersihkan setahun sekali, pas tanggal 1 Muharram,” lanjut Pak Amin menjelaskan.
Baca Juga: Tiga Pelaku Pencurian Motor di Ampenan Ditangkap, Dua Penadahnya Masih Diburu
Menurut kabar yang didapatkan, salah satu orang yang meninggal tersebut bersikeras untuk mengasahnya, padahal sudah diingatkan untuk tidak melakukannya. Beberapa hari setelah mengasahnya langsung sakit dan meninggal dunia tidak lama kemudian.
Setelah disimpan oleh Amin dan diperlakukan dengan benar maka bisa dikatakan saat ini senjata pusaka itu sudah “aman”. Amin memang orang yang tepat untuk menyimpannya karena dirinya adalah ahli waris yang sah dari pemilik awal senjata tersebut.
Lebih seratus tahun silam, ketika negeri ini masih dalam kekuasaan orang asing dan disebut Hindia Belanda, pemilik awal atau pemilik sesungguhnya Batek Lapah itu dikenal dengan nama Amaq Nurisah. (Amaq, panggilan dalam Bahasa Sasak untuk bapak)
Artikel Rekomendasi