Gempa Banten Bukanlah Ancaman Sesungguhnya, Inilah Ancaman Lain yang Diungkap BMKG

- 15 Januari 2022, 15:00 WIB
Ada ancaman lebih besar dari Gempa Banten ini. Hal itulah yang harus diwaspadai.
Ada ancaman lebih besar dari Gempa Banten ini. Hal itulah yang harus diwaspadai. /Antara/Ho-BMKG/

KLIKMATARAM - Gempa Banten berkekuatan magnitudo 6,6 terjadi pada Jumat, 14 Januari 2022 kemarin.

Gempa Banten yang merusak itu perlu diantisipasi dengan upaya konkret mitigasi risiko bencana.

Musibah Gempa Banten dari hasil monitoring BMKG menunjukkan telah terjadi 33 kali aktivitas gempa susulan hingga hari Sabtu, 15 Januari 2022 pukul 12.00 WIB.

Baca Juga: Fenomena Teler Obat Batuk Kalangan Remaja, Turunan Morfin yang Jadi Bahan Pembuat OB

BMKG menyatakan usai gempa di Provinsi Banten skala magnitudo 6,6 itu terjadi lagi gempa susulan atau aftershock dengan magnitudo terbesar 5,7 dan magitudo terkecil 2,5.

Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono menyebut gempa di Banten sebagai gempa Ujung Kulon kemarin itu sebenarnya bukan ancaman yang sesungguhnya.

Karena, kata Daryono menjelaskan, segmen megathrust Selat Sunda mampu memicu gempa dengan magnitudo tertarget mencapai 8,7 dan ini dapat terjadi sewaktu-waktu.

Menurut Daryono, itulah ancaman yang sesungguhnya, kapan saja dapat terjadi karena Selat Sunda ini merupakan salah satu zona seismic gap di Indonesia yang selama ratusan tahun belum terjadi gempa besar.

Baca Juga: Gawat, Bosan Ngelem Kini Ada Tren Teler Obat Batuk Sacet, Puluhan Remaja Beli OB Dalam Jumlah Banyak

Sehingga menurut Daryono, kondisi itu patut diwaspadai karena berada di antara 2 lokasi gempa besar yang merusak dan memicu tsunami, yaitu Gempa Pangandaran magnitudo 7,7 (2006) dan Gempa Bengkulu magnitudo 8,5 (2007).

Berdasarkan catatan sejarah gempa dan tsunami, di wilayah Selat Sunda memang sering terjadi tsunami.

Tsunami Selat Sunda pada tahun 1722, 1852, dan 1958 disebabkan oleh gempa. Tsunami tahun 416, 1883, 1928, 2018 berkaitan dengan erupsi Gunung Krakatau.

Sedangkan tsunami tahun 1851, 1883, dan 1889 dipicu aktivitas longsoran.

Gempa kuat dan tsunami adalah proses alam yang tidak dapat dihentikan, bahkan memprediksi kapan terjadinya pun juga belum bisa.

Namun jelas Daryono, dalam ketidakpastian kapan terjadinya itu semua orang masih dapat menyiapkan upaya mitigasi konkret seperti membangun bangunan tahan gempa.

Baca Juga: Membongkar Jati Diri Bun Ok, Gadis Operator Telepon di Snowdrop

Selain itu, memodelkan bahaya gempa dan tsunami, kemudian menjadikan model ini sebagai acuan mitigasi, seperti perencaan wilayah berbasis risiko gempa dan tsunami, menyiapkan jalur evakusi, memasang rambu evakusi.

Juga membangun tempat evakuasi, berlatih evakuasi/drill secara berkala, termasuk edukasi evakuasi mandiri.

"Di samping itu BMKG juga akan terus meningkatkan performa peringatan dini tsunami lebih cepat dan akurat," kata Daryono sebagaimana rilis yang diberikan pada KlikMataram, Sabtu, 15 Januari 2022.***

Editor: Dani Prawira


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini