Kasus 3 Anak Sekolah Berturut-turut Tak Naik Kelas Temui Jalan Buntu

- 27 November 2021, 08:23 WIB
Itjen Kemendikbudristek dan KPAI gelar FGD atas kasus tiga kakak beradik tiga tahun berturut-turut tidak naik kelas.
Itjen Kemendikbudristek dan KPAI gelar FGD atas kasus tiga kakak beradik tiga tahun berturut-turut tidak naik kelas. /Retno Listyarti

KLIKMATARAM - Kepala LPMP Kalimantan Utara dan Kepala Dinas Pendidikan Kota Tarakan menggelar diskusi terfokus (FGD) untuk menyelesaikan kasus tiga anak sekolah yang secara tiga kali berturut-turut tidak naik kelas. Namun, lagi-lagi upaya ini tidak menemukan kesepakatan.

FGD berlangsung pada Rabu 24 November 2021 di kantor Walikota Tarakan. Para perwakilan SKPD yang hadir justru memiliki argumentasi yang berbeda.

Menurut Komisioner KPAI, Retno Listyarti dalam keterangan yang diterima KlikMataram pada Sabtu, 27 November 2021 menyebut bahwa dalam FGD tersebut, usulan yang ditawarkan oleh SKPD terkait sangat tidak berpihak pada kepentingan terbaik bagi anak.

Baca Juga: Bermasalah di Pelajaran Agama, Anak Sekolah Ini Tak Naik Kelas 3 Kali Berturut-turut

Usulan tersebut di antaranya, yaitu kenaikan kelas bisa dilakukan jika ada surat rekomendasi dari Itjen Kemendikbudristek yang memerintahkan agar sekolah menaikkan kelas ketiga anak korban.

Padahal, kata Retno, kenaikan kelas merupakan kewenangan sekolah dan dewan guru. Itjen Kemendikbudristek dan KPAI tidak memiliki kewenangan menentukan naik kelas atau tidaknya peserta didik.

Selain itu, usulan kenaikan kelas justru dikemukakan sendiri oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Tarakan saat Tim gabungan pengawasan ke sekolah.

Kenaikan kelas dapat dilakukan dengan syarat tertentu, di antaranya cabut gugatan. Padahal pencabutan gugatan maupun rencana remedial untuk kenaikan kelas dapat dilakukan pihak sekolah dengan duduk bareng bersama pihak orangtua peserta didik.

Baca Juga: Sekolah di Tarakan Tidak Menaikkan Muridnya 3 Tahun Berturut-turut, Kenapa?

Dapat dibicarakan secara kekeluargaan. Pendekatan untuk mencairkan suasana harus dilakukan semua pihak, bicara kepentingan terbaik bagi anak harus dengan nurani dan persfektif perlindungan anak.

Usulan perwakilan Inspektorat Tarakan menyatakan bahwa akar masalahnya adalah di keputusan Kementerian Agama yang memasukan Saksi Yehuwa ke dalam pendidikan agama Kristen.

Jadi, yang bersangkutan mengusulkan agar Kemendikbudristek dan KPAI bersurat kepada Kementerian Agama untuk mencabut keputusan tersebut, dan jika ingin Saksi Yehuwa diakomodir maka diminta Kemendikbud dan KPAI bersurat pada Presiden agar mengusulkan Saksi Yehuwa menjadi agama resmi negara yang  ke-7.

Baca Juga: Oknum Ketua LSM Ini Peras dan Ancam Instansi Pemerintah dan Bakal Viralkan Video yang Direkamnya

Padahal, menurut Retno, semua usulan tersebut jelas bukan kewenangan Kemendikbud maupun KPAI. Usulan ini pun jelas menunjukkan bahwa penyelesaian masalah kakak beradik yang tidak naik kelas 3 kali sama sekali bukan didasarkan pada kepentingan terbaik bagi anak.

Retno mengajukan pertanyaan, jika ketentuan memasukan Saksi Yehuwa dalam pendidikan agama kristen tidak diubah oleh Kementerian Agama, maka ketiga kakak beradik ini akan terus tidak naik kelas lantaran nilai pendidikan agamanya akan selalu bermasalah.

Apakah diskriminasi atas dasar agama minoritas ini akan dilanggengkan terus di negeri pancasila yang sangat majemuk ini? 

Baca Juga: Kata Darwin Manusia dari Kera, Ini Respons Quraish Shihab

Padahal, kata Retno, anak-anak belum bisa memilih agama baginya, anak pasti mengikuti agama orangtuanya.

"Oleh karena itu, sejatinya para pihak dalam mengambil keputusan harus mengedepankan kepetingan terbaik bagi ketiganya anak demi masa depan mereka yang masih panjang,” ungkap Retno.***

Editor: Dani Prawira


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkini