Kemenag Hadiah Bagi NU, Sumpah Pemuda dan Hilangnya Keteladanan Pemimpin

- 29 Oktober 2021, 12:46 WIB
Twibbon Hari Sumpah Pemuda
Twibbon Hari Sumpah Pemuda /twibbonize.com

Walaupun berbeda konteks maupun orang pengucapnya, jika kita cermati beberapa tahun belakangan ini berkali–kali kita disuguhi dengan perilaku dan ucapan pejabat–pejabat negara ataupun tokoh publik yang terkesan sembrono, serampangan, menonjolkan kelompok tertentu sembari menegasikan kelompok lain, tidak menunjukkan sifat dan sikap kenegarawanan, yang akhirnya memicu perdebatan dan kegaduhan.

Mulai dari Ketua DPR Puan Maharani yang menyebut seolah–olah masyarakat Sumatera Barat belum menerima Pancasila sebagai dasar negara, ucapan Ketua BPIP Profesor Yudian Wahyudi yang mengatakan bahwa musuh terbesar Pancasila adalah agama, pernyataan Menteri Agama sebagaimana di atas, dan banyak lagi pernyataan–pernyataan yang kontroversial semacam itu diucapkan oleh beberapa pejabat negara.

Sekalipun selalu ada klarifikasi setelah kegaduhannya. Tetapi selalu lebih bersifat pembelaan yang tak jarang justru semakin menambah keriuhannya, dan tak pernah ada kemauan untuk meminta maaf sebagai wujud kearifan dan kerendahhatian.

Belum lagi candaan dan seloroh beberapa petinggi negeri ketika wabah Covid-19 melanda beberapa negara dan belum ditemukan kasusnya di Indonesia, ucapan–ucapan yang bisa jadi bagian dari seloroh itu justru menunjukkan cara kerja yang serampangan, tidak mendalami masalah, dan cenderung meremehkan.

Ternyata ketika wabah tersebut benar–benar mulai melanda masyarakat para pejabat tersebut justru terkesan kalang kabut menghadapinya, yang kemudian melahirkan kebijakan–kebijakan yang tidak tepat.

Sementara dalam peri kehidupan pun hampir tidak tampak keteladanan yang bisa diberikan kepada masyarakat dari para pemimpin yang tengah menjalankan amanah kenegaraan itu.

Di tengah kesulitan dan himpitan ekonomi yang dirasakan oleh sebagian besar rakyat karena efek pandemi yang demikian dahsyat, justru para petinggi itu melaporkan kekayaannya meningkat secara berlipat dalam waktu yang sangat singkat.

Sementara tunjangan hidup yang diterimanya dari negara tidak berkurang sedikitpun, walaupun anggaran dan keuangan negara sedang mengalami “sesak napas”. 

Tidak bisa dipungkiri kalau ini adalah ironi yang sedang terjadi.

Dalam suasana peringatan Sumpah Pemuda sebagai salah satu hari bersejarah dalam rangkaian perjuangan kemerdekaan bangsa ini, kita jadi rindu pada sosok–sosok pendahulu yang pernah memimpin negeri ini.

Halaman:

Editor: Dani Prawira


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkini