Identitas dan Foto Terduga Pelaku Pengeroyokan Ade Armando Tersebar, Pengamat Sebut Doxing Bisa Membahayakan

- 13 April 2022, 05:15 WIB
Ilustrasi. Khairul Fahmi pengamat pertahanan Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) angkat bicara terkait penyebaran data pribadi sejumlah orang yang diduga pelaku penyerangan Ade Armando.
Ilustrasi. Khairul Fahmi pengamat pertahanan Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) angkat bicara terkait penyebaran data pribadi sejumlah orang yang diduga pelaku penyerangan Ade Armando. /Pixabay/PublicDomainPictures.

KLIKMATARAM- Ade Armando menjadi korban pengeroyokan saat turut hadir dalam aksi demonstrasi yang diinisiasi oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) pada Senin, 11 April 2022.

Ade Armando diduga dipukul oleh beberapa orang sebelum menjadi bulan-bulanan massa dalam aksi tersebut.

Setelah kejadian Ade Armando dikeroyok oleh sejumlah massa aksi, muncul beberapa foto dan identitas pribadi sejumlah orang yang diduga sebagai pelaku.

Baca Juga: Sinopsis Sufiyana: Cara Licik Sneha Usir Saltanat dari Rumah Madhaf, Krish Curiga

Khairul Fahmi pengamat pertahanan Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), menanggapi penyebaran data pribadi sejumlah orang yang diduga pelaku penyerangan Ade Armando merupakan hal yang tidak dibenarkan.

“Pembeberan data dan informasi orang-orang yang diduga sebagai pelaku kekerasan terhadap Ade Armando jelas merupakan praktik doxing. Apapun alasannya, baik penganiayaan terhadap Ade Armando maupun doxing yang mengiringinya, sama-sama tak bisa dibenarkan,” ucap Fahmi saat diwawancarai Klik Mataram, Selasa 13 April 2022.

Diketahui tindakan penyebaran foto dan informasi pribadi seseorang ataupun lembaga disebut dengan doxing, yang bertujuan untuk menekan atau mempermalukan individu ataupun sebuah organisasi.

Baca Juga: Jadwal Acara Indosiar, Rabu 13 April 2022: Nantikan AKSI 2022, Fokus Siang dan Patroli

Lanjut Fahmi, lumrahnya terkait penyebaran data pribadi seseorang oleh masyarakat, merupakan bentuk rendahnya kepercayaan publik pada komitmen penegakan hukum dan keterbatasan literasi disebut telah memicu warganet untuk melampaui batasannya.

Halaman:

Editor: Dani Prawira


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini