Saleh Sungkar Si Besar di Sunda Kecil dalam Drama Pembunuhan Keji yang Tak Terungkap di Lombok

- 1 Desember 2021, 12:09 WIB
Pergolakan politik periode 1949-1950 saat Saleh Sungkar menjadi tokoh politik populis di Lombok.
Pergolakan politik periode 1949-1950 saat Saleh Sungkar menjadi tokoh politik populis di Lombok. /menaracenter.org/Klik Mataram/

Penguasaan kembali Belanda di tahun-tahun selanjutnya membuat negeri ini menjadi terbagi-bagi ke dalam negara federal yang disebut Republik Indonesia Serikat (RIS).

Di Lombok, dimulailah perjuangan Saleh Sungkar yang menolak RIS dengan perlawanan kepada pembentukan Negara Indonesia Timur (NIT) yang menjadi bagian RIS.

Saleh Sungkar pernah bertemu Bung Karno di Surabaya dalam satu pertemuan pemuda pergerakan. Saat itu, kelompok-kelompok atau persatuan berbau primordial itu dilebur Bung Karno menjadi gerakan nasionalis kebangsaan.

Saleh Sungkar seorang keturunan Arab sudah menyadari negeri ini hanya bisa dibangun melalui negara kesatuan, NKRI. Dalam menjalankan keyakinannya itu Saleh Sungkar memilih bergerak melalui partai politik.

Mulai dari PAI, kemudian bersama Maulana Syekh TGKH Zainuddin Abdul Madjid mendirikan Persatuan Ummat Islam Lombok (PUIL).

Lantas menjadi tokoh Partai Masyumi berpengaruh di Lombok yang mengantarkannya nanti menjadi Ketua DPRD Daerah Lombok di masa NIT hingga pemberlakuan UUDS 1950.

Saleh Sungkar dikenal sebagai politisi populis dalam Partai Masyumi. Keberaniannya untuk menyuarakan kepentingan rakyat kecil yang tertindas, membuatnya jadi korban kelompok masyarakat di Lombok yang tak menyukai perjuangannya.

Dia diculik dan terbunuh jauh di luar Kota Ampenan.

Periode sebelum akhirnya dia terbunuh pada 1952, Saleh Sungkar menjadi bagian penting dalam Provinsi Sunda Kecil di masa pemerintahan RIS.

Lebih-lebih Ampenan sebagai kota pelabuhan, termasuk kota penting dalam Negara Indonesia Timur bentukan Belanda.

Halaman:

Editor: Muhammad F Hafiz


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkini