Saleh Sungkar Si Besar di Sunda Kecil dalam Drama Pembunuhan Keji yang Tak Terungkap di Lombok

- 1 Desember 2021, 12:09 WIB
Pergolakan politik periode 1949-1950 saat Saleh Sungkar menjadi tokoh politik populis di Lombok.
Pergolakan politik periode 1949-1950 saat Saleh Sungkar menjadi tokoh politik populis di Lombok. /menaracenter.org/Klik Mataram/

Sebagai keluarga terpandang dan berada, dia dikirim ke Solo Jawa Tengah untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggi, yakni MULO Solo dan juga Taman Madya di Yogyakarta.

Masa sekolah itulah membangun karakter Saleh Sungkar yang di masa depan nanti membuat dia menjadi seorang aktor pergerakan di Lombok.

Kisahnya dimulai sejak Indonesia merdeka 1945 yang di tahun itu pula Saleh Sungkar muda kembali ke kampung halamannya di Ampenan.

Di Lombok, dia segera membentuk Persatuan Arab Indonesia (PAI) dan memimpin pergerakan nasional melalui PAI di Lombok.

Bersama dua kawannya tokoh keturunan Arab yang berasal dari Jawa, Sayed Al Jufry dan Sayed Umar Mulahela, Saleh Sungkar berada di titik pergolakan perjuangan saat pendudukan kembali Belanda.

Tentara sekutu, termasuk di dalamnya Belanda, sebagai pemenang Perang Dunia II (PD II), mendarat di berbagai daerah di Indonesia termasuk di Lombok.

Di Lombok, Belanda mendarat di Ampenan pada 30 November 1945. Kemudian menyusul kedua kalinya, mendarat pada 18 Maret 1946, juga di Ampenan untuk mengevakuasi serdadu Jepang yang kalah perang.

Pada 27 Maret 1946, pasukan Belanda lainnya mendarat lagi di Lembar dan mendapat perlawanan dari Badan Kemanan Rakyat (BKR) di Lombok meski berhasil dipatahkan.

Di mana Saleh Sungkar ikut membentuk BKR di daerah ini.

Baca Juga: Karomah TGB Zainul Majdi Menjalar ke Bali, Ini Kesaksian Laksana Permata

Halaman:

Editor: Muhammad F Hafiz


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkini