Misteriusnya Samalas dan Jejak Sejarah Meletusnya Gunung Rinjani

- 2 Desember 2021, 14:07 WIB
Gunung Rinjani dilihat dari pintu masuk Sembalun, Lombok Timur.
Gunung Rinjani dilihat dari pintu masuk Sembalun, Lombok Timur. /KlikMataram/Dani Prawira/

KLIKMATARAM - Mahito Watanabe, Assesor dari Asian Geopark Network dan Global Geopark Network-UNESCO datang ke Lombok pada 10-11 Agustus 2014.

Dia mengunjungi Aiq Berik di Lombok Tengah, Taman Narmada dan Pura Batu Bolong di Lombok Barat, dan Gili Trawangan (lava bantal, konservasi penyu) di Lombok Utara. Kawasan tersebut dikunjungi untuk melihat sejarah letusan dan beberapa titik geosite.

Saat itu Mahito Watanabe memberi rekomendasi supaya Geopark Rinjani–Lombok bisa menjadi geopark dunia.

Seperti, adanya sebuah database dari semua geosite dan mengevaluasi semua tempat yang memungkinkan untuk pendidikan, pariwisata biasa, wisata khusus, penelitian, dan lainnya.

Pemangku kepentingan diminta membuat cerita tentang Rinjani, bagaimana Pulau Lombok terbentuk, kapan dan bagaimana Rinjani meletus, dan bagaimana kehidupan dan budaya masyarakat yang terbentuk di pulau vulkanik. Cerita ini harus juga digunakan untuk pendidikan masyarakat setempat dan anak-anak.

Baca Juga: Transaksi Langsung dari Rumah Tanpa Ribet Mengharuskan Jasa Pengiriman Online Tingkatkan Pelayanan

Dari tulisan Franck Levigne, peneliti tentang kegunungapian yang diterjemahkan Ferry Andika Cahyo disebutkan bahwa di dunia vulkanologi terdapat beberapa erupsi misterius dengan skala Volcanic Explosivity Index (VEI) besar yang masih dipertanyakan dan diteliti sumbernya.

Bagi para pakar vulkanologis salah satu erupsi misterius yang masih belum jelas asalnya ini, salah satunya yang terkenal adalah erupsi tahun 1258. Erupsi ini sangat besar hingga diperkirakan menginjeksikan 190-270 megaton material ke atmosfer.

Abu vulkaniknya bahkan mengendap dan ditemukan di dalam lapisan es di Arktik utara dan Antartika. Meningkatnya kandungan sulfur dan abu di dalam lapisan es di kedua kutub menjadi bukti pernah terjadinya erupsi semacam itu di masa lalu.

Baca Juga: Bioskop Chung Hua Mengantar Saleh Sungkar Menuju Tragedi Berdarah

Bukti ini mengindikasikan bahwa erupsi tahun 1258 ini delapan kali lebih dahsyat dibandingkan erupsi Gunung Krakatau tahun 1883 dan dua kali lebih dahsyat dari pada erupsi Gunung Tambora tahun 1815.

Gunung Samalas, itulah nama gunung yang didasarkan dari Babad Lombok yang menjadi jawaban atas pertanyaan besar dari mana sumber erupsi besar di tahun 1258.

Gunung Samalas berlokasi di Lombok dan termasuk dalam kompleks Gunung Rinjani yang saat ini wujudnya hanya bisa dikenali dari hasil erupsi dahsyatnya, Danau Kaldera Segara Anak dan “anak” Samalas yang dikenal sebagai Barujari.

Baca Juga: Dikasih Beasiswa ke Luar Negeri Siapa yang Tak Mau, Banyak yang Daftar Tuh di Program Beasiswa NTB

Gunung ini menyisihkan beberapa opsi lain yang awalnya diduga sebagai pelaku di balik erupsi yang menyebabkan Eropa mengalami “dry fogs” pada tahun tersebut.

Awalnya Gunung El Chicon di Mexico, Gunung Quilota di Ekuador, Gunung Harrat Rahat dan Hara es Sawad di Saudi Arabia yang mengalami erupsi pada 1256 dan 1270-an secara berurutan.

Bahkan gunung antah berantah yang berada di dasar Samudra Pasifik, secara bergantian diajukan sebagai jawaban atas misteri 1258 itu.

Tentu saja ada alasan kuat yang mendasari hipotesis bahwa Gunung Samalas adalah gunung yang mengalami erupsi di tahun 1258 sekaligus gunung dengan erupsi terbesar yang tercatat dalam sejarah manusia.

Baca Juga: Nataru, Satgas Covid-19 Jaga Ketat Destinasi Wisata di Kota Mataram

Di sisi lain penemuan ini juga bisa dijadikan sebuah langkah awal untuk lebih memperhatikan aspek konservasi Danau Segara Anak sebagai geoheritage kelas dunia. Jika Yellowstone di Amerika Serikat bisa dikemas menjadi geoheritage yang sangat dikenal dan dikunjungi di dunia, hal serupa tentu tidak mustahil diterapkan juga di lokasi bekas Gunung Samalas berada, Danau Segara Anak, dan Barujari.

Gunung Rinjani dengan ketinggian 3.726 m dpl merupakan gunungapi tertinggi kedua di Indonesia setelah Kerinci namun memiliki kaldera dengan gunung api aktif tertinggi di Indonesia.

Baca Juga: Sambil Menyelam Minum Air, Bang Zul Belajar ke Daerah Ini untuk Motocross

Kawasan hutan di Rinjani perlu pelestarian. Artinya, perlu kajian menyeluruh tentang interaksi masyarakat dengan kawasan hutan dan tetap memperhatikan peningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.

Hasil kajian menunjukkan bahwa masyarakat memiliki pola pemanfaatan lahan kawasan konservasi dalam bentuk pertanian intensif untuk tanaman pangan dan dalam bentuk kebun tanaman tahunan.

Pola pemanfaatan hasil hutan dilakukan secara musiman, tergantung keberadaan sumberdaya dalam hutan. Ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya dalam kawasan taman nasional sangat tinggi.

Hal ini ditunjukkan dengan tingginya kontribusi pendapatan dari kawasan taman nasional terhadap pendapatan total mencapai 54,5 persen.***

Editor: Dani Prawira


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah