Panduan Praktis Mengatasi Kemiskinan, Pemerintah Desa Harus Tahu Ini

- 16 Oktober 2021, 21:48 WIB
Lingkungan Perdesaan
Lingkungan Perdesaan /Fb Dispar Lobar/ist

KLIKMATARAM - Kebijakan di level pemerintahan desa peranannya yang praktis itu penting dalam menangani persoalan kemiskinan, karena desa merupakan kunci pembangunan yang sangat berpengaruh terhadap pemerintahan di atasnya.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) saat ini sedang berupaya menuntaskan kemiskinan ekstrem menjadi nol persen pada tahun 2024 nanti.

Menteri Desa PDTT, Abdul Halim Iskandar menyatakan ada dua kategori warga miskin ekstrem, yaitu yang memiliki hampir seluruh kompleksitas multidimensi kemiskinan dengan ciri lansia, tinggal sendirian, tidak bekerja, difabel, memiliki penyakit kronis menahun, rumah tidak layak huni, tidak memiliki fasilitas air bersih dan sanitasi yang memadai.

Warga miskin ekstrem yang masih dimungkinkan dapat melakukan aktualisasi diri untuk bertahan hidup. "Memupus kemiskinan ekstrem menjadi 0% dilakukan pada level desa berbasis data mikro (bottom up)," kata Menteri Halim Iskandar yang dilansir KlikMataram dari portal Kemendesa dan dirilis pada 5 Oktober 2021 yang lalu.

Halim Iskandar menjelaskan tahapan penanganan keluarga miskin ekstrem, yaitu dengan cara penuntasan data Suistainable Development Goals (SDGs Desa); fokus implementasi kegiatan untuk warga miskin ekstrem; pendampingan mustahil desa; pendampingan penyusunan APBDes; peningkatan kapasitas warga miskin ekstrem; penguatan posyandu kesejahteraan.

"Semua strategi dan tahapan itu dapat didukung dengan dana desa, sebagaimana disampaikan presiden Jokowi pemanfaatan dana desa ada dua, yaitu untuk pertumbuhan ekonomi dan peningkatan SDM," katanya.

Menteri Halim mengatakan, Penanganan ini bisa dilakukan dengan konsolidasi antara Pemerintah Daerah hingga Tingkat Kementerian agar terwujud rencana Nol Persen Kemiskinan Ekstrem tahun 2024.

Untuk support implementasi aksi penanganan warga miskin Ekstrem, serta monitoring keberlanjutan hasil capaian nol persen kemiskinan ekstrem, telah disiapkan aplikasi yang terhubung dari desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, sampai pusat.

Akar Kemiskinan

Sedangkan dikutip dari Buku Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Berpihak pada Masyarakat Miskin yang diterbitkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas RI) menyebukan bahwa kemiskinan adalah kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya secara layak untuk menempuh dan mengembangkan kehidupannya yang lebih bermartabat.

Seorang ekonom yang pernah memenangkan hadiah Nobel, Amartya Sen menyebutkan unsur dasar kemiskinan adalah tidak adanya kebebasan dan perlindungan politik, ekonomi, dan sosial, sehingga masyarakat miskin tidak dapat mengembangkan kemampuan dan potensi yang mereka miliki.

Robert Chambers, seorang pakar pembangunan pedesaan, lebih lanjut menggambarkan tentang kemiskinan sebagai persoalan ketidakberdayaan, kerentanan, kelemahan fisik, dan keterisolasian, yang juga mencakup kekuatan politik atau rendahnya posisi tawar terhadap kekuatan-kekuatan lain yang ada di sekitar anggota masyarakat tersebut.

Beragamnya pemahaman terhadap kemiskinan pada umumnya mengacu pada akar kemiskinan atau faktor penyebab kemiskinan yang mencakup antara lain:

1. Tidak adanya perlindungan terhadap aset penghidupan yang dapat mengancam mata pencaharian (misalnya: alih fungsi lahan pertanian, pencemaran air laut dan sungai yang mengancam kehidupan nelayan, konflik kelerasan antar masyarakat, dlsb).

2. Kurangnya kesempatan kerja.
3. Terbatasnya akses terhadap kesempatan berusaha, informasi, permodalan, dan berbagai sumberdaya lainnya (misalnya tidak berusaha di tempat yang legal, dlsb).

4. Kurangnya keterampilan.
5. Kondisi lingkungan hidup yang memburuk atau rawan bencana, seperti hutan yang gundul, sehingga rawan banjir, daerah pesisir atau patahan, dlsb.

6. Tingkat pendidikan dan kondisi kesehatan yang rendah.
7. Terbatasnya akses terhadap pelayanan dasar, terutama kesehatan, pendidikan, perumahan, air bersih, sanitasi, dan infrastruktur dasar.

8. Tingginya harga pangan dan kebutuhan dasar lainnya, termasuk pelayanan publik.

9. Terbatasnya peran serta masyarakat miskin dalam proses pembangunan, yang erat terkait dengan lemahnya kekuatan politik dan proses marjinalisasi masyarakat miskin.

10. Tata kelola pemerintahan (governance) yang kurang berpihak terhadap masyarakat miskin.

11. Tata kelola pemerintahan governance yang kurang berpihak terhadap masyarakat miskin dan masyarakat marjinal lainnya.***

Editor: Hariyanto


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkini